Seorang ahli taurat datang kepada Yesus dengan membawa pertanyaan. Ia ingin menguji kesetiaan Yesus pada hukum taurat. Persoalan yang ia bawa adalah apakah yang harus dilakukan untuk memperoleh hidup yang kekal? Ia ingin suatu jawaban yang pendek, jelas dan merangkum segala sesuatu. Yesus tidak memberikan jawaban, Ia malah balik bertanya. Toh sebenarnya ahli taurat itu sudah mempunyai jawabannya dan ia bisa menjawabnya sendiri.
Untuk mencapai hidup yang kekal, ia harus melaksanakan hukum kasih: kasih kepada Allah dan kasih kepada manusia. Karena jawabannya sudah benar, Yesus menegaskan untuk melaksanakan hal itu dan pasti semua orang akan hidup. Namun ahli taurat itu tidak puas, ia kemudian balik bertanya. Ia ingin sekali mengetahui siapa sesama manusia?
Yesus meladeni pertanyaan itu dan menyampaikan suatu cerita. Ada orang Yahudi yang secara tak terduga tertimpa kemalangan. Ketika dalam perjalanan pulang dari peribadatan di Yerusalem, ia dirampok, dipukuli dan di tinggalkan begitu saja sehingga hampir mati. Kebetulan seorang imam, rohaniwan turun melalui jalan itu. Melihat orang yang terkapar sakit di pinggir jalan, dia langsung mengambil jalan lain. Rupanya ia sibuk dan punya urusan yang segera harus dilakukan. Dia pasti sibuk. Melayani orang malang ini tidak ada dalam jadwalnya. Seorang lain kemudian lewat yaitu seorang Lewi (pembantu dekat rohaniwan). Ia juga tak melakukan apa-apa.
Kemudian lewatlah seorang Samaria. Ia seorang pengikut ajaran bidaah dan dipandang hina oleh orang Yahudi. Dia bukan sesama mereka. Tetapi ketika orang ini melihat orang yang malang itu, dia merasa harus melakukan sesuatu. Ia tergerak oleh belas kasihan. Ia melakukan pertolongan pertama dan membawa orang itu ke rumah sakit. Ia seorang bidaah, bukan sesama Yahudi, tetapi ia melakukan hal itu karena terdorong oleh kasih. Orang Samaria itu bukan lagi orang asing atau bidaah, melainkan sesamanya.
Kapan kita bisa menjadi sesama bagi orang lain? Ketika hidup kita sudah tidak lagi ditentukan oleh jadwal atau pekerjaan, tetapi oleh seruan penderitaan orang lain. Orang Samaria itu pasti jadwalnya terganggu dan waktunya banyak yang hilang. Apabila kita mendengarkan seruan penderitaan orang lain dan menaruh kasih terhadapnya, kita menjadi sesamanya.
Orang malang itu hidup kembali dan kitapun hidup karena telah menjadi sesamanya. Tentu kadang kala kita tidak berani, takut mengambil resiko, takut dianggap mencampuri urusan orang lain atau mungki juga karena kita egois. Padahal kita diminta untuk berani dan turun ke jalan diman orang malang tergeletak dan membutuhkan bantuan kita. Kita tak bisa berbuat sesuatu dari diri kita sendiri. Namun orang lain yang beriman pasti menjadi kreatif dan berani bertindak dalam kekuatan Tuhan. Ia pasti mendapatkan jalan untuk melaksanakan kasih. Ia akan berani turun ke jalan dimana orang menderita tergeletak tak berdaya.
Selamat merayakan ekaristi. Selamat hari Minggu. Tuhan memberkati kita semua.(FMD)