Halaman

    Social Items

Showing posts with label Katolik. Show all posts
Showing posts with label Katolik. Show all posts

Puncak selalu menampakkan keindahan, kesejukan, kedamaian, ketenangan dan sukacita. Semua orang pasti menuju puncak, entah itu puncak karir, puncak kesuksesan atau bahkan puncak penderitaan. Dan di titik itulah perlu ada keputusan, kemana harus melangkah.

Di Minggu Prapaskah II ini, bacaan Injil kali ini mengambil tema transfigurasi Yesus di atas gunung Tabor. Puncak gunung Tabor menjadi saksi Sidang Agung. Yesus dipermuliakan dihadapan Musa, Elia dan ketiga murid-Nya. Musa sebagai pemegang loh batu di puncak Sinai dan sebagai pelaksana dan pengendali hukum Taurat, sementara Elia menjadi perwakilan para nabi perjanjian lama dan Yesus sebagai pemegang kontrak perjanjian baru dan eksekutor dari sidang agung tersebut. Selain itu ada ketiga murid Yesus sebagai pengamat sidang dengan kualitas kemuridan yang relatif berbeda dan mudah hanyut dalam kepentingan lahiriah. Bagaimana Petrus yang berjanji tidak akan menyangkal Yesus, tapi akhirnya menyangkal juga. Yakobus dan Yohanes yang mengikuti Yesus dengan harapan menjadi asisten Yesus, satu dikiri dan satu di kanan.

Suasana sidang itu berlangsung begitu akrab, penuh damai dan sukacita bahkan terlihat pancaran cahaya gemilang dalam diri ketiganya. Pengalaman sidang ini tidak pernah terjadi dalam sidang manapun di dunia ini, yang tentunya marak dengan boncengan kepentingan sehingga membuat sidang penuh emosi dan ketegangan, bahkan menimbulkan keributan.

Hasil sidang kemudian dikukuhkan oleh Allah Bapa dengan suara agung-Nya dengan menegaskan kualitas keilahian Yesus. "Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia." Apa arti ini semua?

"Inilah Anak yang Kukasihi" yang mengartikan bahwa Yesus adalah Putera terbaik yang sangat disayangi dan patut dikasihi. Tak mungkin dilepas dan diberikan kepada orang lain. Sanggupkah kita juga mau melepaskan apapun yang terbaik dan yang paling kita sayangi dalam kehidupan kita?

"Kepada-Nyalah Aku berkenan" yang mengartikan bahwa Putera Allah adalah milik Allah, namun berani di lepaskan untuk kepentingan orang banyak. Bapa surgawi sudah berkenan memberikan kepada kita maka tidak ada pilihan lain selain kita harus menerima Dia. Berbahagialah kita pendosa yang berkenan diterima oleh Putera Allah.

"Dengarkanlah Dia" yang mengartikan bahwa siapapun yang berpapasan dengan Yesus selama jalan penderitaan, entah itu para penjahat maupun orang banyak dan murid yang setia di jalan penderitaan-Nya, pasti mendengar sapaan suara-Nya. Sapaan penuh kesucian dan berlimpah pengampunan yang terurai dalam tujuh sabda salib.
  1. Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat (Lukas 23:34) : Kepada semua yang mengiringi Dia di jalan salib.
  2. Sesungguhnya, hari ini juga kamu akan bersama Aku di dalam Firdaus (Lukas 23:43) : Kepada penyamun yang disalibkan bersama Dia.
  3. Ibu, inilah anakmu! – Inilah ibumu! (Yohanes 19:26-27) : Kepada ibuNya dan murid yang dikasihiNya.
  4. Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? (Matius 27:46 & Markus 15:34) : Sebutlah namaNya, maka Dia akan menjawab kerinduanmu.
  5. Aku haus! (Yohanes 19:28) : Jika haus akan kebenaran maka cintailah kebenaran itu.
  6. Sudah selesai (Yohanes 19:30) : Perkara apapun yang dihadapi harus ada solusi penyelesaiannya.
  7. Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku (Lukas 23:46) : Hidup ini tidak ada gunanya di pertahankan melainkan harus diserahkan kepada empunya yaitu Tuhan sendiri sehingga ada pancaran cahaya kemuliaan seperti di puncak Tabor.


Selamat berhari Minggu. Tuhan memberkati kita semua.(AB)

Sidang Agung : Yesus Di Permuliakan


Pengalaman mengasihi dan dikasihi merupakan pengalaman terindah dalam hidup seseorang. Tidak ada pengalaman yang dapat mengalahkan ini. Kasih ini juga menjadi kebutuhan dasar bagi manusia karena kehidupan menjadi utuh ketika orang merasakan kasih dan berbagi kasih itu dengan sesamanya.

Kasih adalah dasar dari ajaran Gereja karena Yesus menjadikan ini sebagai dasar ajaranNya. Karena kasih ini juga Yesus telah menyerahkan diriNya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah (Ef 5:2). Jika kasih ini kita terapkan dalam kehidupan kita, itu akan bisa melahirkan indahnya dunia, melahirkan senyum dan memberikan gairah yang positif kepada kita.

Dalam Injil, kasih yang di ajarkan Yesus ini selalu ditujukan kepada sesama, terlebih kepada musuh atau orang yang membenci kita. Secara rohani, sesama itu adalah semua orang yang telah diciptakan Tuhan dengan begitu rumit sehingga tak ada duanya. Bahkan Tuhan menamakan manusia sebagai Bait Allah yang kudus.

Manusia lahir karena dikasihi Allah dan kepadanya diberikan segala kelengkapan baik itu fisik, jiwa, pikiran dan segala aneka perasaan. Semua ini harus menjadi potensi untuk di bagikan kepada sesama. Kasih Tuhan kepada manusia sesungguhnya sangat personal dan dinyatakan dengan pelbagai macam cara. Di lain pihak, secara manusiawi, kasih pertama kali dirasakan lewat pengalaman kasih dari kedua orang tua kita. Inilah menjadi pengalaman dasr manusiawi yang dapat mempengaruhi tata gerak dan tingkah laku serta perbuatan manusia dalam proses kehidupan selanjutnya. Siapa yang lahir sebagai manusia harus menyadari bahwa ia menjadi manusia karena dan untuk sesama

Seperti dalam bacaan Injil hari ini (Matius 5:38-48), Yesus selalu mengajarkan untuk berbuat kasih kepada musuh kita. Musuh terbesar kita dalam hidup ini adalah orang yang paling dekat dan paling akrab dengan kita. Lihatlah kedalam situasi kehidupan keluarga kita masing-masing. Pengalaman kasih Tuhan kadang belum mengubah dan menggerakkan hidup manusia. Terutama dalam pengalaman kecewa, marah dan sakit hati yang menyebabkan salah satunya terluka dan akhirnya mudah melukai orang lain. Banyak masalah ketidak harmonisan antara manusia baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat yang dapat melahirkan berbagai reaksi seperti marah, benci, dendam, iri hati, sakit hati, kecewa, cemburu dan lainnya. Apa bila ditarik akar penyebabnya, sebenarnya pelakunya merasa tidak dihargai dan dikasihi.

Kepahitan ini yang bisa menjadi lingkaran kehidupan yang tidak ada ujungnya. Orang akan menjadi murung dan sebagai balasannya adalah ingin melukai dan mencelakakan orang lain. Dengan itu lahirlah musuh dalam selimut, dekat tapi tidak bersama, bersatu namun tidak berkomunikasi. Maka marilah kita ingat pesan dari kitab Imamat (19:17), janganlah engkau membenci saudaramu di dalam hatimu namun hendaklah engkau berterus terang menegur dia.

Musuh terbesar dan terberat dalam hidup kita adalah diri kita sendiri karena manusia selalu memiliki ego yang sangat tinggi. Sangat sulit bagi seseorang untuk mengalahkan diri sendiri. Perjuangan melawan diri sendiri tentu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Karena pada prinsipnya orang pandai membela diri, membenarkan diri sendiri dan menyalahkan orang lain. Justru itulah yang melahirkan musuh dalam kehidupan ini. Tuhan menciptakan manusia dengan segala kelengkapan pada sistem tubuh, jiwa, pikiran, talenta yang serba unik dengan maksud bahwa kita mampu menggunakannya sebaik mungkin dan mampu mengendalikan diri sehingga tidak masuk dalam perangkap kejahatan yang akhirnya memperparah kehidupan bersama dengan kebencian yang tidak berkesudahan.

Tuhan telah menciptakan kita dengan sedemikian unik dan sangat personal oleh karena itu Tuhan mengundang kita untuk mengambil bagian dalam cara mengsihi sesama tanpa batas dengan semangat pengorbanan, kerendahan hati, kesetiaan melayani, penuh pengertian, sehingga kita semua berharga di mata Tuhan, merasa dikasihi dan dapat mengasihi satu sam lainnya seperti kita mengasihi diri kita sendiri. Selamat hari Minggu, Tuhan memberkati kita semua.(AB)

Mengasihi Sesama Mengalahkan Musuh dan Lawan


Ada beraneka perilaku hidup manusia, baik itu yang positif maupun yang negatif. Perilaku yang negatif tentunya bertentangan dengan standard kesucian sebagai tuntutan hidup iman menuju surga. Perilaku dan perbuatan negatif sangat dipengaruhi oleh napsu dan keserakahan duniawi.

Manusia beriman dan yang percaya kepada Tuhan semestinya memperlihatkan perilaku hidupnya sesuai hukum dan perintah Tuhan. Itulah sebabnya standard perilaku surgawi harus terus diingatkan kepada manusia melalui kotbah di bukit  yang dikenal dengan nama Sabda Bahagia. Inti dari Sabda Bahagia ini melekat pada tiga substansi dasar hidup agar menusia memiliki standard hidup surgawi.

Hal pertama yang menjadi intisari Sabda Bahagia ini adalah jangan membalas kejahatan dengan kejahatan. Kecenderungan hidup dan perilaku manusia dimana-mana adalah sering bahkan selalu membalas kejahatan dengan kejahatan. Sedikit sekali orang yang membalas kejahatan dengan kebaikan dan inilah menjadi titik kelemahan manusia. Manusia cenderung bertindak mata ganti mata ataupun gigi ganti gigi. Ketika kejahatan ini semakin populer maka hidup ini tidak ada keindahan dan faedahnya bahkan jauh dari sukacita.

Karena itu melalui sapaan Tuhan, kita diingatkan bahwa hidup kita harus diarahkan pada standard surgawi oleh karena kita sudah diselamatkan Tuhan. Hal ini terungkap dalam sabdaNya, "Siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu." Intinya adalah janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan tetapi tunjukkanlah bahwa kita berbeda karena kita adalah manusia surgawi yang sudah di selamatkan. Jika tidak demikian apa bedanya kita dengan orang lain?

Intisari kedua adalah Jangan membenci orang yang memusuhimu. Rasa-rasanya tidak terlalu mudah untuk selalu baik-baik saja dengan orang yang memusuhi kita dan juga tidak terlalu mudah untuk berlaku dan bertindak baik terhadap orang yang membenci kita. Tetapi mau atau tidak, suka atau tidak, kita harus mempraktekkan model hidup ini sebagai pertanda bahwa kita adalah anak-anak Allah. Sebab manusia di dunia ini penuh dengan kebencian terhadap orang-orang yang membenci mereka yang pada akhirnya membuat hidup ini semakin jauh dari kerukunan, damai dan tanpa relasi persahabatan.

Kebencian di balas dengan kebencian, kejahatan dibalas dengan kejahatan yang membuat keindahan dalam hidup ini menjadi sirna. Karena itu Tuhan menetapkan standard lebih tinggi bagi kita anak-anakNya. Ia bersabda, "Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu." Sebab kebencian tidak akan pernah hilang apabila di balas dengan kebencian, akan tetapi kejahatan bisa dikalahkan dengan kebaikan. Dengan cara hidup seperti ini, kamu akan disebut anak-anak Bapamu yang di surga, yang menerbitkan matahari bagi orang jahat dan orang baik.

Dan yang terakhir adalah jika kita berbuat baik, hindarilah sikap pilih kasih. Kecenderungan manusia adalah berbuat baik kepada orang yang telah berbuat baik kepada kita dan juga sebaliknya, suka berlaku tidak baik kepada orang yang tidak baik kepada kita. Kecenderungan ini terkesan menjadi model hidup dan perilaku manusi dewasa ini. Kalau hendak berbuat baik, lihat dulu orangnya, apakah orang ini telah berbuat baik kepada kita atau tidak. Perilaku ini membuat nilai kebaikan itu semakin kerdil bahkan bisa saja lenyap. Padahal, yang namanya kebaikan itu tidak ada batasnya dan tidak boleh dibatasi hanya kepada orang yang kita sukai dan yang senang kepada kita. Jika perilaku kita hanya sebatas itu maka Tuhan akan berkata, orang-orang berdosa pun berbuat seperti itu. Lalu apa bedanya kita dengan orang-orang berdosa? Sebab orang-orang yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian. Karena itu, sebagai mana kamu adalah anak-anak Allah yang sempurna maka hendaklah kamu sempurna dalam perilaku dan perbuatan baik sebagaimana Bapamu di surga sempurna adanya.

Semua hal diatas adalah standard perilaku dan perbuatan surgawi yang Tuhan tetapkan bagi kita dan itulah yang membedakan kita dengan orang-orang yang tidak mengenal Allah. Ingatlah bahwa kita bukan dari dunia ini, namun kita ada didunia ini untuk menghadirkan nilai-nilai kerajaan surga bagi semua orang didunia ini.

Selamat berhari Minggu. Tuhan memberkati kita semua.(AB)

Berbuat Baik Untuk Kerajaan Surga


Dalam bacaan Injil (Matius 5:13-16) di Minggu biasa V ini mau menegaskan tentang tanda dan identitas kita sebagai murid Yesus. Ini bukan hanya sekedar afirmasi atau sebuah pernyataan biasa atau hanya sekedar basa basi dan juga bukan sekedar isyarat. Pernyataan ini mengacu pada tiga prioritas dalam menentukan pilihan hidup bagi kita.

Pertama : Menjadi garam dan terang dunia perlu kita renungkan dalam konteks dimana kita berada dan waktu dimana kita ikut berperan serta. Untuk itu marilah kita mencermati apa artinya menjadi garam dan terang dunia dalam kehidupan berbangsa kita.

Kehidupan berbangsa memang berada dalam slogan menjaga kesatuan NKRI sebagai harga mati. Upaya pemimpin bangsa ini mulai dari pusat hingga ke daerah-daerah tetap membawa dan mengobarkan semangat NKRI ini. Namun tetaplah disadari bahwa masih ada celah dimana orang yang merasa tidak diposisikan pada tempat yang menguntungkan secara sosial, ekonomi, moral, dan politik, akan menawarkan gagasan yang menggelapkan ide cemerlang NKRI harga mati tersebut.

Jika itu terjadi maka itu seperti apa yang dikatakan Yesus dalam Injil; "Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang." Atau perumapamaan tentang meletakan pelita dibawah kaki dian. Tidak ada gunanya karena tidak akan menerangi seluruh ruangan. Proses tawar menawar untuk menggelapkan kondisi hidup berbangsa, berbanding terbalik dengan seruan Yesus. Maka bagi kita yang menamakan diri sebagai pengikut Kristus, mari kita membaca konteks kehidupan NKRI dan mengambil peran untuk tidak turut dalam menggelapkan atau menawarkan aksi yang menggelapkan dan meresahkan kehidupan berbangsa di tanah air ini.

Sama halnya dengan kebebasan beragama yang telah diatur dalam UUD 1954 pasal 29. Namun tetap saja ada kekecewaan, kecemasan, ketakutan yang menghantui penganut agama lantaran sikap tidak saling menghargai antar sesama. Sikap ini juga dapat membuat hati menjadi tawar dan dengan demikian tidak akan ada suka cita yang dirasakan dalam merajut kebersamaan.

Kita juga tentunya tahu apa artinya kehidupan yang beradab dan berbudaya. Dimana orang yang beradab pasti memiliki rasa kemanusiaan dan menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang terkandung dalam budaya. Inti dari setiap budaya adalah memperjuangkan dan menjunjung tinggi nilai kehidupan. Untuk itu tidak ada pilihan lain selain menghargai kehidupan, bukan mematikan dan bukan pula menjadikan hidup ini datar dan tawar tanpa rasa kemanusiaan.

Prioritas yang kedua dalam menentukan pilihan hidup adalah keharusan yang mendesak. Kita harus menjadikan hidup ini berarti dan bermakna. Oleh karena itu hendaknya kita memancarkan cahaya terang bagi orang lain. Kita harus memerangi bentuk aksi yang menggelapkan dan mengaburkan makna hidup. Kita tidak bisa membiarkan bahkan hanya melihat kegelapan dan kegelisahan menimpa orang lain, melainkan segera mengambil langkah yang strategis untuk memerangi kegelapan dan memancarkan terang yang memberikan harapan untuk hidup.

Dan prioritas terakhir adalah identitas kita. Ketahuilah bahwa kata-kata Yesus "Kamulah garam dan terang dunia" adalah identitas yang melekat dalam diri kita sebagai murid Yesus. Ini bukan hanya menjadi sebuah tempelan atau tambalan melainkan pokok yang melekat dan menyatu dalam diri kita sebagai bagian dari kemuridan. Kita memang berada di dunia namun kita bukan dari dunia ini, karena hidup kita didunia akan berakhir. Akan tetapi selagi kita masih di dunia ini marilah kita menunjukan identitas untuk menggami/mengasinkan dan memancarkan cahaya bagi dunia agar semua orang penuh dengan harapan yang ceria.

Selamat hari Minggu. Tuhan memberkati kita semua.(AB-YVDW)

Kamulah Garam dan Terang Dunia


Minggu ini bersama Gereja sejagat kita merayakan pesta Yesus dipersembahkan di Bait Allah. Sebagai hari raya, bacaan hari Minggu ini digantikan dengan bacaan-bacaan yang berhubungan dengan pesta Yesus dipersembahkan di Bait Allah. Pesta ini adalah masa transisi dari pesta Natal ke pesta Paskah

Dalam Lukas 2:22-32 dikisahkan ketika genap waktu pentahiran, Maria dan Yoseph membawa Yesus ke Bait Allah untuk dipersembahkan. Kemudian juga ketika saatnya tiba, Yesus juga nantinya akan memberikan seluruh hidupNya hingga mati di kayu salib, itulah paskah kita.

Liturgi pada minggu ini menampilkan tugas kenabian yang mewartakan kasih Allah yang menguduskan umat manusia terpenuhi dalam diri Tuhan kita Yesus Kristus. Melalui persembahan hidupNya dan melalui penyalibanNya, Kristus telah membebaskan kita dari kekuasaan jahat dan memberikan kemenangan kepada kita untuk melawan kematian. Yesus anak Allah namun Dia menjadi manusia sama seperti kita, namun yang membedakannya bahwa Dia tidak memiliki dosa. Dia menderita disalibkan namun dibangkitkan oleh Allah sehingga Dia bisa menebus kita manusia dari dosa-dosa kita.

Apa makna pesta Yesus dipersembahkan di Bait Allah bagi kita? Inilah kesempatan bagi kita, baik kaum imam, biarawan dan biarawati, kita awam, kita memperbaharui kaul-kaul janji kesetiaan kita kepada Tuhan, kita memperbaharui janji-janji sakramen yang telah kita terima dengan turut ambil bagian seperti apa yang Tuhan Yesus lakukan yakni mempersembahkan seluruh hidupnya demi pengudusan dan penyelamatan umat manusia.

Semoga dengan pembaharuan kaul-kaul dan sakramen-sakramen yang kita terima menjadikan kita kudus dan berkenan kepada Tuhan. Selamat berhari Minggu, Tuhan memberkati kita semua.(ANM)

Yesus Dipersembahkan di Bait Allah


Hari ini kita memasuki Minggu biasa III dalam kalender liturgi gereja Katolik. Bacaan-bacaan kitab suci kali ini mau mengajarkan kita bagaimana kita sesungguhnya mengungkapkan iman kita dan percaya kepada Tuhan.

Yesaya mengatakan, mereka yang hidup dalam kegelapan akan melihat terang bercahaya. Sementara pemazmur mengungkapkan, Tuhan, Dikaulah penyelamatku. Tuhan menjadi benteng dalam hidup. Untuk itu Yesus mengajak mereka yang hidup dalam kegelapan supaya bertobat. Bertobatlah karena kerajaan Allah sudah dekat. Pengalaman murid-murid pertama, meninggalkan pekerjaan mereka lalu mengikuti Yesus kemanapun Yesus membawa mereka. Dan mereka pun hidup dalam terang Allah.

Yesus adalah terang. Ia menunjukan jalan bagi orang-orang yang berada dalam kegelapan. KedatanganNya ke dunia meluruskan dan mengembalikan manusia kejalan yang benar. Sesungguhnya, sebelum kita menerima Yesus, hidup kita ibarat hidup dalam kegelapan. Kedatangan Tuhan Yesus membawa terang. Dan untuk menerima terang, orang harus bertobat. Melalui pembaptisan kita di bersihkan, kita menerima terang dan dengan di baptis kita menjadi murid-murid Tuhan yang hidup dalam terang Allah.

Ketika firman Tuhan kita imani dan amini, kita membuat tanda salib di dahi, di mulut dan di hati kita masing-masing. Dengan membuat tanda salib di dahi, kita menunjukan sikap menerima dan memahami sabda Tuhan. Kemudian dengan membuat tanda salib di bibir, mulut kita siap mewartakannya kepada orang lain supaya orang lain pun turut mendengarkan dan mengalami keselamatan dari Tuhan. Dan akhirnya kita membuat tanda salib di dada, tentu ada kaitannya dengan hati dan kasih kita. Kita mengasihi Tuhan dengan mengasihi sesama yang ada bersama kita.

Kesaksian hidup kita setiap hari mengungkapkan sesungguhnya bagaimana kita percaya dan mengimani Tuhan. Sebagai orang beriman, kita menjadi tanda kehadiran Kristus di tengah-tengah masyarakat. Nyanyian, madah dan ungkapan syukur yang kita ungkapkan dalam ibadat kita sesungguhnya menghadirkan kerajaan Allah di tengah-tengah masyarakat yang haus akan kehadiran Allah yang menyelamatkan.

Marilah kita memuji dan memuliakan Tuhan Allah kita dengan ungkapan syukur. Hari yang baru semoga menjadi berkat bagi kita semua. Selamat berhari Minggu, harinya Tuhan yang membawa berkat bagi kita semua dan semoga Tuhan memberkati kita semua dengan berkat yang melimpah.(ANM)

Tuhan, Dikaulah Penyelamatku


Di Minggu biasa II ini bacaan-bacaan liturgi mengisahkan tentang "anak domba" sebagai persembahan kepada Allah. Dalam Injil Yohanes 1:29-34 dikisahkan bagaimana ketika Yesus datang kepada Yohanes dan Yohanes berkata, Lihatlah anak domba Allah yang menghapus dosa-dosa dunia. Sebagai anak domba yang siap dibantai untuk persembahan, Dia tidak melawan, Dia pasrah, Dia taat kepada BapaNya. Dengan demikian, Dia menebus dosa bangsa Yahudi dan juga dosa-dosa seluruh bumi. Terdorong oleh Roh Kudus, Yohanes melihat Yesus sebagai anak domba dengan sosok pribadi yang istimewa.

Dalam perjanjian lama, bagaimana kisah Abraham yang diminta Tuhan untuk mempersembahkan Ishak anaknya sebagai korban persembahan. Ishak sempat bertanya: bapa, api dan kayu sudah siap, tetapi mana anak domba yang akan dikurbankan? Abraham menjawab: Anakku, Allah akan menyiapkannya sebagai pengganti persembahan. Dan memang betul, karena ketaatan Abraham kepada Allah, pedang yang siap dihunus kepada Ishak tidak terlaksana karena kuasa Allah dan sebagai gantinya Allah menyiapkan domba yang tertambat yang tiba-tiba muncul di semak-semak.

Dalam perjanjian lama, mereka mengurbankan darah binatang sebagai tebusan atas dosa-dosa mereka. Namun dalam perjanjian baru, bukan lagi darah binatang melainkan PutraNya yang tunggal. Begitu besar kasih Allah akan dunia ini. Allah tidak tanggung-tanggung yang rela mengorbankan anak tunggalNya untuk menebus dosa-dosa dunia. Yesus sunggung-sungguh anak Allah yang dikorbankan untuk menebus dosa-dosa kita manusia.

Paulus memberikan kesaksian pada kita bahwa Yesus adalah anak Allah. Roh Kudus memurnikan dan menyucikan kita dari dosa-dosa kita. Ketika Yesus bangkit Ia berkata kepada murid-muridNya, Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada (Yoh 20:23).

Misi Tuhan Yesus anak domba Allah tidak hanya terbatas pada orang-orang Yahudi saja melainkan untuk seluruh dunia. Tuhan berkata: Terlalu sedikit bagimu hanya untuk menjadi hambaKu, untuk menegakkan suku-suku Yakub dan untuk mengembalikan orang-orang Israel yang masih terpelihara. Tetapi Aku akan membuat engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa supaya keselamatan yang dari padaKu sampai ke ujung bumi. Maka berbahagialah kita karena berkat baptisan, kita dikuduskan dan menjadi anak Allah.

Selamat merayakan harinya Tuhan, Tuhan memberkati kita semua.(ANM-YVDW)

Lihatlah Anak Domba Allah


Minggu ini Gereja mengundang kita merayakan baptisan Tuhan Yesus di sungai Yordan. Peristiwa dan upacara yang sangat sederhana, namun dibalik kesederhanaan pesta ini ada hal-hal yang memberikan arti yang sangat mendalam bila kita mencoba mendalaminya dengan serius dan dengan iman yang sungguh-sungguh.

Apakah Yesus yang suci harus melewati upacara ini? Itulah pertanyaan kita. Bukankah sakramen tobat dan baptisan merupakan bentuk dari pertobatan kita orang-orang berdosa untuk menyambut kedatangan-Nya kedunia ini? Yesus tidak berdosa namun Dia datang kepada Yohanes supaya di baptis.

Baik kita renungkan, dalam kitab suci, baptisan merupakan makna simbolik. Kita lihat air. Air mempunyai makna untuk menghancurkan dan sekaligus membersihkan. Tetapi juga bisa mempunyai makna yang lebih jauh lagi. Disamping itu air memberikan kehidupan baru seperti air hujan.

Kita tentunya ingat akan air bah pada zaman nabi Nuh. Air bah tersebut menghancurkan segalanya termasuk orang-orang yang tidak mendengarkan perintah Tuhan, orang-orang berdosa. Demikianlah dalam pembaptisan, kita menyadari bahwa kita di baptis, disiram dengan air baptis dengan maksud agar dosa-dosa kita akan dihapus, menjadi suci, menjadi anak-anak Allah. Dikesempatan yang sama, dengan baptisan kita diberi hidup baru,  hidup Allah.

Baptisan Yesus juga melambangkan penderitaan dan kematian-Nya yang disusul dengan kemuliaan-Nya. Ketika Yesus dibaptis, Ia ditenggelamkan kedalam air, Ia berjuang melawan penderitaan dan kematian untuk melawan dosa-dosa dan ketika keluar dari air, Ia mengantisipasi kebangkitan-Nya. Saat yang mulia ini ditandai dengan Roh Kudus dan suara dari Bapa-Nya, inilah Anak-Ku yang kukasihi, kepada-Nya Aku berkenan.

Kita di baptis dalam nama Allah Tritunggal. Kita di baptis sebagai bentuk tobat kita dan kita menerima rahmat sebagai anak-anak Allah. Hidup kita disucikan supaya kita sanggup menerima Yesus dalam hidup kita. Baptisan yang kita terima merupakan bentuk partisipasi kita pada baptisan Tuhan Yesus yang menderita, wafat dan dibangkitkan. Dengan di baptis kita turut ambil bagian dalam tiga tugas Yesus, menjadi imam, raja dan nabi. Kita menjadi anak yang dikasihi Bapa untuk meneruskan dan membangun kerajaan Allah di dunia.

Mari kita memaknai kembali makna baptisan kita. Kita mati dari dosa-dosa kita, menjadi manusia baru, hidup dalam kebersamaan dan keadilan di antara sesama dan hidup suci bagi kemuliaan Allah. Selamat untuk kita semua. Selamat memperbaruhi iman kita akan baptisan yang kudus ini, selamat merayakan. Selamat hari Minggu, harinya Tuhan dan Tuhan senantiasa memberkati kita semua.(ANM)

Pembaptisan Tuhan